Telah menceritakan kepadaku {Bisyir bin Khalid} telah mengabarkan kepada kami {Muhammad bin Ja’far} dari {Syu’bah} dari {Sulaiman} dari {Abu Adh dhuha} dari {Masruq} ia berkata; “Aku menemui ‘Aisyah sementara Hassan bin Tsabit di sampingnya tengah melantunkan bait-bait sya’ir untuk memujinya. Hassan bersya’ir; “Yang memelihara dirinya, teguh dan tidak mudah terperdaya, Jadilah ia sasaran orang-orang yang lalai.” {‘Aisyah} berkata kepadanya; “Tetapi kamu tidak termasuk seperti itu.” Masruq berkata; aku bertanya kepada ‘Aisyah; “Mengapa anda mengizinkan dia menemuimu, padahal Allah telah berfirman; “Dan orang yang berperan besar diantara mereka baginya akan mendapatkan siksa yang besar”. QS An Nur; 11. ‘Aisyah berkata; “Siksa apakah yang lebih berat dari kebutaan?.” ‘Aisyah melanjutkan; “Sungguh dia pernah membela Rasulullah saw. untuk mencaci musuh.”
Telah menceritakan kepada kami {Khalid bin Makhlad} telah menceritakan kepada kami {Sulaiman bin Bilal} berkata; telah menceritakan kepadaku {Shalih bin Kaisan} dari {‘Ubaidullah bin Abdullah} dari {Zaid bin Khalid ra.} ia berkata; “Kami keluar bersama Rasulullah saw. saat perang Hudaibiyyah, suatu malam hujan turun. Setelah Rasulullah saw. memimpin kami shalat Shubuh, beliau menghadapkan wajahnya kepada orang-orang seraya bersabda: “Tahukah kalian apa yang sudah difirmankan oleh Rabb kalian?”. Para sahabat menjawab; “Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui.” Beliau bersabda: “Allah berfirman: “Di pagi ini ada hamba-hambaKu yang mukmin kepadaKu dan ada pula yang kafir kepadaKu. Orang yang berkata; “Hujan turun karena karunia Allah dan rahmatNya, berarti dia telah beriman kepada-Ku dan kafir kepada bintang-bintang, sedangkan orang yang berkata; “Hujan turun disebabkan bintang ini atau itu, maka dia telah beriman kepada bintang-bintang dan kafir kepadaKu.”
Telah menceritakan kepada kami {Hudbah bin Khalid} telah menceritakan kepada kami {Hammam} dari {Qatadah} bahwa {Anas ra.} mengabarkan kepadanya, ia berkata; Rasulullah saw. melaksanakan ‘umrah sebanyak empat kali, semuanya pada bulan Dzul Qa’dah kecuali ‘umrah yang beliau laksanakan bersama hajji beliau, yaitu ‘umrah beliau dari Hudaibiyyah pada bulan Dzul Qa’dah dan ‘umrah pada tahun berikutnya pada bulan Dzul Qa’dah dan ‘umrah dari Al Ji’ranah ketika beliau membagi-bagikan harta rampasan perang (ghanimah) Hunain pada bulan Dzul Qa’dah dan ‘Umrah bersama hajji yang beliau.”
Telah menceritakan kepada kami {Sa’id bin Ar Rabi’} telah menceritakan kepada kami {‘Ali bin Al Mubarak} dari {Yahya} dari {Abdullah bin Abu Qatadah} bahwa {Bapaknya} telah menceritakan kepadanya, katanya; “Kami berangkat bersama Nabi saw. saat perang Hudaibiyyah, lalu para shahabat berihram sementara beliau tidak.”
Telah menceritakan kepada kami {‘Ubaidullah bin Musa} dari {Isra’il} dari {Abu Ishaq}, dari {Al Bara’ ra.} ia berkata; “Kalian mengira penaklukan kota Makkah adalah kemenangan dan memang itu suatu kemenangan. Namun kami menganggap kemenganan itu bermula saat Bai’atur Ridhwan pada peristiwa Hudaibiyyah. Saat itu kami bersama Nabi saw. berjumlah seribu empat ratus orang. Hudaybiyah adalah sebuah sumur lalu kami mengambil airnya hingga tak bersisa setetespun. Setelah kejadian itu terdengar oleh Nabi saw., beliau segera mendatangi sumur itu dan duduk di tepi sumur tersebut, selanjutnya beliau minta diambilkan bejana, beliau berwudhu’ sambil berkumur-kumur, kemudian beliau berdo’a dan menuangkan airnya ke dalam sumur tersebut. Setelah kami mendiamkan sejenak, akhirnya kami dapat minum sesuka kami hingga puas, begitu juga dengan hewan-hewan tungangan kami.”
Telah menceritakan kepadaku {Fadhal bin Ya’qub} telah menceritakan kepada kami {Al Hasan bin Muhammad bin A’yun Abu ‘Ali Al Harrani} telah menceritakan kepada kami {Zuhair} telah menceritakan kepada kami {Abu Ishaq} ia berkata; telah memberitakan kepada kami {Al Bara’ bin ‘Azib ra.ma} bahwa mereka pernah bersama Rasulullah saw. pada peristiwa Hudaibiyyah berjumlah seribu empat ratus orang atau lebih. Kami lalu singgah dan mengambil airnya (hingga tak bersisa setetespun) “. Setelah orang-orang menemui Rasulullah saw., beliau segera mendatangi sumur itu dan duduk di tepinya, beliau bersabda; “Bawakan aku bejana berisi air.” Setelah bejana diberikan kepada beliau, beliau meludahinya kemudian berdo’a. Selanjutnya beliau bersabda: “Biarkanlah sejenak”. Setelah itu mereka dapat memuaskan diri mereka (meminumnya) begitu pula hewan-hewan tungangan mereka hingga mereka berangkat.”
Telah menceritakan kepada kami {Yusuf bin Isa} telah menceritakan kepada kami {Ibnu Fudhail} telah menceritakan kepada kami {Hushain} dari {Salim} dari {Jabir ra.} ia berkata; “Para shahabat mengalami kehausan pada peristiwa Hudaibiyyah, sementara Rasulullah saw. hanya memiliki kantung air terbuat dari kulit, lalu beliau wudhu’ dengan air tersebut. Setelah itu Rasulullah saw. mendatangi para shahabat dan bertanya: “Ada apa dengan kalian?.” Mereka menajwab; “Wahai Rasulullah, kami tidak punya air untuk berwudhu’ dan juga tidak ada untuk minum kecuali air yang ada pada kantung air tuan.” Jabir berkata; “Maka Nabi saw. meletakkan tangan beliau pada kantung air tersebut lalu air mengalir melalui sela-sela jari beliau bagaikan mata air yang mengalir.” Jabir melanjutkan; “Lalu kami minum dan berwudhu’.” Aku bertanya kepada Jabir; “Berapa jumlah kalian saat itu?.” Jabir menjawab; “Seandainya jumlah kami ratusan ribu tentu air itu masih cukup. Jumlah kami saat itu seribu lima ratus orang.”
Telah menceritakan kepada kami {Al Humaidi} Telah menceritakan kepada kami {Sufyan} Telah menceritakan kepada kami {Amru} dia berkata; Aku mendengar {Mujahid} berkata; Aku mendengar {Ibnu Abbas ra.ma} berkata; “Dahulu pada Bani Israil terdapat hukum qishas namun tidak ada diyah pada mereka, lalu Allah Azza wa jalla menurunkan ayat: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pema’afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema’afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma’af) membayar (diat) kepada yang memberi ma’af dengan cara yang baik (pula). (QS. Albaqarah 178). Pemberian maaf itu maksudnya adalah menerima diyat pada pembunuhan dengan sengaja. mengikuti dengan cara yang baik yaitu ia mengikuti ini dengan cara yang ma’ruf, dan membayar dengan cara yang baik serta melaksanakan ini dengan kebaikan. Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat (QS. Albaqarah 178) dari apa yang telah diwajibkan atas kaum sebelum kalian, sesungguhnya hal tersebut adalah qishas bukan diyah. Barang siapa yang melampui batas setelah itu, maka baginya Adzab yang pedih.’ Yaitu membunuh setelah menerima diyah.
Telah menceritakan kepada kami {Muhammad bin Abdullah Al Anshari} Telah menceritakan kepada kami {Humaid} bahwa {Anas} menceritakan kepada mereka dari Nabi saw. beliau bersabda: “Kitabullah adalah al Qishas.”
Telah menceritakan kepadaku {Abdullah bin Munir} dia mendengar {Abdullah bin Bakr As Sahmi} Telah menceritakan kepada kami {Humaid} dari {Anas} bahwa Rabayyi’ -pamannya- pernah mematahkan gigi seri seorang budak wanita, kemudian mereka meminta kepadanya untuk memaafkan, namun mereka (keluarganya) menolak. Kemudian ditawarkan kepada mereka denda, namun mereka tetap menolak, lalu mereka mendatangi Nabi saw., maka beliau memerintahkan untuk diqishash. Anas bin An Nadhr berkata; wahai Rasulullah, apakah gigi seri Ar Rubayyi’ akan dipatahkan? Tidak, demi Dzat yang mengutusmu dengan kebenaran, gigi serinya jangan dipatahkan. Maka Rasulullah saw. bersabda: “Ya Anas, Kitabullah adalah Al Qishas. Maka orang-orang tersebut rela memberikan maaf. kemudian Nabi saw. bersabda: “Sesungguhnya diantara hamba-hamba Allah terdapat orang yang apabila ia bersumpah atas nama Allah maka Allah akan mengabulkannya.”