Telah menceritakan kepada kami {Abu Ja’far Al Munadi} Telah menceritakan kepada kami {Rauh} Telah menceritakan kepada kami {Sa’id bin Abu ‘Arubah} dari {Qatadah} dari {Anas bin Malik} bahwa Nabi saw. bersabda kepada Ubbay bin Ka’ab: “Sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepadaku untuk membacakan Al Qur`an kepadamu.” Ubbay bin Ka’ab bertanya, “Apakah Allah menyebut namaku pada Anda? ‘ beliau menjawab: “Ya.” Ubbay berkata, “Sungguh benarkah, namaku telah disebut di sisi Rabb semesta alam?” beliau menjawab: “Ya.” Lalu, kedua matanya pun meneteskan air.
Telah menceritakan kepada kami {Isma’il bin Abdullah} Telah menceritakan kepada kami {Malik} dari {Zaid bin Aslam} dari {Abu Shalih Asy Syamman} dari {Abu Hurairah} ra., bahwasanya; Rasulullah saw. bersabda: “Yang memiliki kuda itu ada tiga kelompok. Yaitu; Bagi seorang yang dengannya ia mendapatkan ganjaran pahala kebaikan. Kedua, seorang yang kudanya sebagai penjaga kehormatan (solusi, penyelesaian). Sedangkan yang terakhir, adalah seorang yang memiliki kuda, namun yang ia dapatkan hanyalah dosa. Bagi yang mendapatkan pahala adalah seseorang yang menggunakannya di jalan Allah, lalu ia meletakkannya di dalam pinggiran kolam atau kebun, maka apa yang ia makan atau minum di sutu adalah bernilai kebaikan untuknya. Atau ia meninggalkannya ditempat, lalu kuda itu pun menaiki satu bukit atau dua bukit, maka bekas kaki atau kotorannya adalah bernilai kebaikan untuknya. Dan bila kuda itu melewati aliran sungai lalu meminum air darinya, meskipun pemiliknya tidak bermaksud untuk memberinya minum, maka itu merupakan kebaikan baginya. Karena itulah, pemiliknya akan mendapatkan kebaikan yang banyak. Kemudian seorang yang memiliki kuda sebagai alat untuk mencari kekayaan dan menjaga kehormatan diri, namun ia juga tidak melupakan hal Allah pada leher dan punggung kudanya, maka kuda itu akan menjadi penyelesai kebutuhannya. Kemudian yang ketiga, adalah seorang yang memelihara kuda dengan maksud kebanggaan, dan riya`, maka karena itulah ia mendapatkan dosa.” Kemudian Rasulullah saw. ditanya tentang Himar. Maka beliau pun bersabda: “Allah tidak menurunkan ayat berkenaan dengannya kecuali ayat yang maknanya luas dan mencakup, ‘FAMAN YA’MAL MITSQAALA DZARRAH KHAIRAN YARAH, WA MAN YA’MAL MITSQAALA DZARRATIN SYARRAN YARAH (Barangsiapa yang melakukan kebaikan sekecil biji Dzarrah, maka ia akan melihat pahalanya, dan siapa yang melakukan keburukan sekecil biji Dzarrah, niscaya juga akan melihat dampak buruknya).'”
Telah menceritakan kepada kami {Yahya bin Sulaiman} ia berkata, Telah menceritakan kepadaku {Ibnu Wahb} ia berkata; Telah mengabarkan kepadaku {Malik} dari {Zaid bin Aslam} dari {Abu Shalih As Samman} dari {Abu Hurairah} ra., bahwasanya; Nabi saw. pernah ditanya mengenai himar(keledai), maka beliau pun menjawab: “Belum pernah ada wahyu yang diturunkan padaku yang berbicara tentangnya kecuali ayat yang pendek lagi mencakup ini, ‘FAMAN YA’MAL MITSQAALA DZARRAH KHAIRAN YARAH, WA MAN YA’MAL MITSQAALA DZARRATIN SYARRAN YARAH (Barangsiapa yang melakukan kebaikan sekecil biji Dzarrah, maka ia akan melihat pahalanya, dan siapa yang melakukan keburukan sekecil biji Dzarrah, niscaya juga akan melihat dampak buruknya). (QS. Azzalzalah 7-8).
Telah menceritakan kepada kami {Adam} Telah menceritakan kepada kami {Syaiban} Telah menceritakan kepada kami {Qatadah} dari {Anas} ra., Ia berkata; Ketika Nabi saw. mengalami peristiwa Mi’raj ke langit, beliau pun bersabda: “Aku mendatangi telaga, pada kedua tepinya terdapat Qubah berongga yang terbuat dari mutiara. Maka aku pun bertanya, ‘Apa ini wahai Jibril? ‘ Ia menjawab, ‘Ini adalah Al Kautsar.'”
Telah menceritakan kepada kami {Khalid bin Yazid Al Kahili} Telah menceritakan kepada kami {Isra`il} dari {Abu Ishaq} dari {Abu Ubaidah} dari {Aisyah} ra.. Aku pernah bertanya kepadanya tentang firman Allah Ta’ala, “INNAA A’THAINAAKAL KAUTSAR.” Maka Aisyah pun menjawab, “Itu adalah sungai yang telah diberikan kepada Nabi kalian saw. Kedua tepinya terdapat mutiara yang berlubang. Bejana-bejana sejumlah bintang di langit. Hadits ini juga diriwayatkan oleh {Zakaria}, {Abu Al Ahwash} dan {Mutharrif} dari {Abu Ishaq}.
Telah menceritakan kepada kami {Ya’qub bin Ibrahim} Telah menceritakan kepada kami {Husyaim} Telah menceritakan kepada kami {Abu Bisyr} dari {Sa’id bin Jubair} dari {Ibnu Abbas} ra.ma, bahwa ia berkata terkait dengan firman Allah: “AL KAUTSAR.” Ia menjelaskan, “Itu adalah kebaikan yang diberikan Allah kepadanya.” Abu Bisyr berkata; Aku berkata kepada Sa’id bin Jubair, “Namun orang-orang menganggap bahwa hal itu adalah sungai yang ada di surga.” Maka Sa’id pun berkata, “Sungai yang ada di dalam surga, juga merupakan kebaikan yang diberikan Allah pada beliau.”
Telah menceritakan kepada kami {Al Hasan bin Ar Rabi’} Telah menceritakan kepada kami {Abu Al Ahwash} dari {Al A’masy} dari {Abu dhuha} dari {Masruq} dari {Aisyah} ra., ia berkata; Nabi saw. tidak shalat setelah turunnya ayat, “IDZAA JAA`A NASHRULLAHI WAL FATH.” Kecuali di dalam shalatnya membaca: “SUBHAANAKA RABBANAA WA BIHAMDIKA ALLAHUMMAGH FIRLII (Maha Suci Engkau, wahai Rabb kami, dan segala puji bagi-Mu. Ya Allah ampunilah aku).”
Telah menceritakan kepada kami {Utsman bin Abu Syaibah} Telah menceritakan kepada kami {Jarir} dari {Manshur} dari {Abu dhuha} dari {Masruq} dari {Aisyah} ra., ia berkata: Pada saat ruku’ dan sujud, Rasulullah saw. memperbanyak membaca: “ALLAHUMMA RABBANAA WABIHAMDIKA, ALLAHUMMAGHFIRLII (Ya Allah, Rabb kami, segala puji hanya bagi-Mu. Ya Allah, ampunilah aku).” Beliau menghindari bacaan Al Qur`an.
Telah menceritakan kepada kami {Abdullah bin Abu Syaibah} Telah menceritakan kepada kami {Abdurrahman} ia berkata; Telah menceritakan kepada kami {Sufyan} dari {Habib bin Abu Tsabit} dari {Sa’id bin Jubair} dari {Ibnu Abbas} bahwasanya Umar menanyakan kepada mereka (para pembesar Badar) mengenai firman Allah Ta’ala, “IDZAA JAA`A NASHRULLAHI WAL FATH.” Mereka menjawab: “Yaitu, penaklukan kota-kota dan istana-istana.” Umar berkata, “Bagaimanakah pendapatmu wahai Ibnu Abbas? ‘ Ibnu Abbas menjawab, “Maksudnya adalah ajal, atau suatu permisalan yang diberikan untuk Muhammad saw. bahwa ajal beliau telah dekat.”
Telah menceritakan kepada kami {Musa bin Isma’il} Telah menceritakan kepada kami {Abu ‘Awanah} dari {Abu Bisyr} dari {Sa’id bin Jubair} dari {Ibnu Abbas} ia berkata; Suatu ketika Umar mengajakku masuk berkumpul bersama para syaikh pemuka-pemuka Badar, dan sepertinya, sebagian dari mereka memendam sesuatu pada dirinya. Maka salah seorang dari mereka pun bertanya, “Kenapa Anda mengikutsertakan anak ini bersama kami, padahal kami juga memiliki anak-anak yang sebaya dengannya?” Maka Umar pun berkata, “Sesungguhnya anak itu mempunyai kecerdasan tersendiri seperti yang telah kalian kenal.” Kemudian pada suatu hari, Umar memangilnya dan mengingutsertakannya bersama mereka. Ibnu Abbas berkata; Aku tahu, bahwa tidak ada maksud lain Umar memanggilku, kecuali untuk memperlihatkan aku pada mereka. Umar berkata, “Bagaimanakah pendapat kalian berkenaan dengan ayat ini: ‘IDZAA JAA`A NASHRULLAHI WAL FATH.'” Maka sebagian dari mereka berkata, “Kita diperintahkan untuk memuji Allah dan meminta maghfirah-Nya, yakni ketika kita diberi pertolongan dan kekuatan untuk menaklukkan suatu negeri.” Lalu sebagian yang lain diam tak berkata sepatah kata pun. Setelah itu, Umar bertanya padaku, “Apakah seperti itu juga pendapatmu wahai Ibnu Abbas?” Aku menjawab, “Tidak.” Umar bertanya lagi, “Lalu bagaimanakah pendapatmu?” Aku menjawab, “Hal itu terkait dengan ajal Rasulullah saw., Allah telah memberitahukan padanya. Firman Allah: ‘IDZAA JAA`A NASHRULLAHI WAL FATH.’ Itu adalah alamat akan ajalmu. ‘FASABBIH BIHAMDI RABBIKA WAS TAGHFIRHU INNAHU KAANA TAWWAABAA (Karena itu, sucikanlah Rabbu dengan memuji-Nya. Dan mintalah ampunan dari-Nya, sesungguhnya Dia Maha Menerima taubat).'” Umar berkata, “Tidak ada jawaban yang lebih tepat, kecuali apa yang telah kamu katakan.”