Telah menceritakan kepada kami {Yahya bin Bukair} telah menceritakan kepada kami {Al Laits} dari {Yunus} dari {Ibnu Syihab} dari {‘Ubaidullah bin ‘Abdullah bin ‘Utbah} dari {‘Abdullah bin ‘Abbas ra.ma} berkata: “Wahai sekalian kaum muslimin, bagaimana bisa kalian bertanya kepada Ahli kitab sedangkan kitab kalian yang diturunkan kepada nabi-Nya saw. adalah kitab paling baru tentang Allah. Kalian membacanya dengan tidak dicampur aduk, dan Allah telah memberitahu kalian bahwa orang-orang ahli kitab telah merubah apa yang telah Allah tetapkan, dan mereka merubahnya dengan tangan mereka, lalu mereka berkata ini dari Allah dengan maksud (menjualnya dengan harga yang sedikit). Bukankah dengan ilmu yang telah datang kepada kalian berarti Dia melarang kalian untuk bertanya kepada mereka?. Tidak, demi Allah, kami tidak melihat seorangpun dari mereka yang bertanya tentang apa yang diturunkan kepada kalian”.
Telah menceritakan kepada kami {‘Umar bin Hafsh bin Ghiyats} telah menceritakan kepada kami {bapakku} telah menceritakan kepada kami {Al A’masy} berkata, telah menceritakan kepadaku {Asy Sya’biy} bahwa dia mendengar {An Nu’man bin Basyir ra.ma} berkata; Nabi saw. telah bersabda: “Perumpamaan orang yang menerjang hukum Allah dan orang berada padanya seperti sekelompok orang yang berlayar dengan sebuah kapal, lalu sebagian dari mereka ada yang mendapat tempat di bagian bawah dan sebagian lagi di atas perahu. Lalu orang yang berada di bawah perahu bila mereka mencari air untuk minum, mereka harus melewati orang-orang yang berada di atas sehingga mengganggu orang yang diatas. Lalu salah seorang yang dibawa mengambil kapak untuk membuat lubang di bawah kapal. Maka orang-orang yang di atas mendatanginya dan berkata: “Apa yang kamu lakukan?” Orang yang di bawah berkata: “Kalian telah terganggu karena aku sedangkan aku memerlukan air”. Maka bila orang yang berada di atas mencegah dengan tangan mereka maka mereka telah menyelamatkan orang tadi dan menyelamatkan diri mereka sendiri, namun apabila mereka membiarkan saja apa berarti dia telah membinasakan orang itu dan diri mereka sendiri”.
Telah menceritakan kepada kami {Abu Al Yaman} telah mengabarkan kepada kami {Syu’aib} dari {Az Zuhriy} berkata, telah menceritakan kepadaku {Kharijah bin Zaid Al Anshariy} bahwa {Ummu Al ‘Alaa’}, seorang wanita dari kalangan mereka yang telah berbai’at kepada Nabi saw. mengabarkan kepadanya bahwa ‘Utsman bin Mazh’un diberikan bagiannya ketika Kaum Anshar menawarkan tempat tinggal kepada Kaum Muhajirin” Berkata Ummu Al ‘Alaa’: “Lalu ‘Utsman bin Mazh’un mendapatkan bagiannya untuk tinggal bersama kami. Namun kemudian dia menderita sakit yang membawa kepada kematianya. Lalu dia kami mandikan dan kafani dengan baju yang dikenakannnya. Tak lama kemudian Rasulullah saw. datang, lalu aku berkata kepada Beliau: “Semoga rahmat Allah tercurah atasmu wahai Abu As-Sa’ib (‘Utsman bin Mazh’un). Dan persaksianku atasmu bahwa Allah telah memuliakanmu”. Maka Nabi saw. berkata: “Dari mana kamu tahu bahwa Allah telah memuliakannya?” Aku jawab: “Demi bapak ibuku untuk anda, aku tidak tahu wahai Rasulullah”. Maka Rasulullah saw. bersabda: “Adapun ‘Utsman, demi Allah, telah datang kepadanya Al Yaqin (kematian) dan aku berharap dia berada diatas kebaikan. Demi Allah, meskipun aku ini Rasulullah, aku sendiri tidak tahu apa yang akan dilakukan-Nya terhadapku”. Dia (Ummu Al ‘Ala’) berkata: “Demi Allah, tidak seorangpun yang aku sucikan setelah peristiwa itu selamanya dan peristiwa ini membuatku bersedih”. Dia berkata: “Kemudian aku tidur dan bermimpi, aku melihat ada air yang mengalir untuk ‘Utsman. Kemudian aku temui Rasulullah saw. lalu aku kabarkan tentang mimpiku itu, maka Beliau bersabda: “Itulah amal dia”.
Telah menceritakan kepada kami {Muhammad bin Muqatil} telah mengabarkan kepada kami {‘Abdullah} telah mengabarkan kepada kami {Yunus} dari {Az Zuhriy} berkata, telah menceritakan kepadaku {‘Urwah} dari {‘Aisyah ra.} berkata: “Rasulullah saw. apabila hendak bepergian Beliau mengundi diantara isteri-isteri Beliau, siapa yang keluar namanya berarti dialah yang ikut bepergian bersama Beliau. Dan Beliau juga membagi sama antara siang dan malam saat giliran untuk setiap isteri-isteri Beliau kecuali Saudah binti Zam’ah yang dia telah memberikan hak giliran siang dan malamnya untuk ‘Aisyah, isteri Nabi saw. demi mengharapkan ridho Rasulullah saw.
Telah menceritakan kepada kami {Isma’il} berkata, telah menceritakan kepadaku {Malik} dari {Sumayya, maula Abu Bakar} dari {Abu Shalih} dari {Abu Hurairah ra.} bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Seandainya manusia mengetahui (kebaikan) apa yang terdapat pada panggilan shalat dan shaf pertama lalu mereka tidak dapat meraihnya melainkan dengan mengundi tentulah mereka akan mengundinya. Seandainya mereka mengetahui apa yang terdapat pada bersegera melaksanakan shalat tentulah mereka akan berlomba untuk melakukannya dan seandainya mereka mengetahui apa yang terdapat pada ‘Atmah (shalat ‘Isya’) dan Shubuh tentulah mereka akan mendatanginya walaupun harus dengan merangkak”.
Sahih Bukhari | Hadits No. : 2493
Kitab 35 : Perdamaian
Bab : Penjelasan Tentang Mendamaikan Antara Manusia
Telah menceritakan kepada kami {Sa’id bin Abi Maryam} telah menceritakan kepada kami {Abu Ghossan} berkata, telah menceritakan kepadaku {Abu Hazim} dari {Sahal bin Sa’ad ra.}; Bahwa orang-orang di kalangan suku Bani ‘Amru bin ‘Auf bin Al Harits telah terjadi maslah diantara mereka, maka Nabi saw. bersama sebagian sahabat Beliau pergi mendatangi mereka untuk menyelesaikan masalah yang terjadi. Kemudian Bilal mengumandangkan adzan untuk shalat namun Nabi saw. belum juga datang. Akhirnya Bilal menemui Abu Bakar ra. seraya berkata: “Sesungguhnya Nabi saw. telah tertahan, sedangkan waktu shalat sudah masuk, apakah engkau bersedia memimpin orang-orang untuk shalat berjama’ah?. Dia (Abu Bakar) menjawab: “Ya bersedia, jika kamu menghendaki”. Maka Bilal membacakan iqamat lalu Abu Bakar maju untuk memimpin shalat. Tak lama kemudian datang Nabi saw. berjalan di tengah-tengan shaf hingga berdiri di shaf pertama. Maka orang-orang memberi isyarat dengan bertepuk tangan hingga semakin ramai sedangkan Abu Bakar tidak bereaksi dalam shalatnya. (Ketika orang-orang yang memberi tepukan semakin banyak), Abu Bakar baru berbalik dan ternyata ada Nabi saw. di belakangnya, lalu Beliau memberi isyarat dengan tangan Beliau untuk memerintahkan Abu Bakar meneruskan shalat seperti semula. Maka Abu Bakar mengangkat kedua tangannya lalu memuji Allah dan mensucikan-Nya kemudian dia mundur hingga masuk di barisan, lalu Nabi saw. maju untuk memimpin shalat berjama’ah. Setelah selesai Beliau berbalik menghadap jama’ah lalu bersabda: “Wahai sekalian manusia, jika kalian mendapatkan sesuatu dalam shalat, mengapa kalian melakukannya dengan bertepuk tangan?. Sesungguhnya bertepuk tangan itu adalah isyarat yang layak dilakukan kaum wanita. Maka siapa yang mendapatkan sesuatu yang keliru dalam shalat hendaklah mengucapkan subhaanallah, karena tidaklah seseorang mendengar ucapan subhaanallah kecuali dia harus memperhatikannya. Dan kamu wahai Abu Bakar, apa yang menghalangimu ketika aku sudah memberi isyarat kepadamu agar meneruskannya, mengapa kamu tidak melanjutkan shalat bersama orang banyak?. Maka Abu Bakar menjawab: “Tidak patut bagi putra Abu Quhafah memimpin shalat di hadapan Nabi saw.”.
Sahih Bukhari | Hadits No. : 2494
Kitab 35 : Perdamaian
Bab : Penjelasan Tentang Mendamaikan Antara Manusia
Telah menceritakan kepada kami {Musaddad} telah menceritakan kepada kami {Mu’tamir} berkata, aku mendengar {bapakku} bahwa {Anas ra.} berkata: “Dikatakan kepada Nabi saw. “Sebaiknya Baginda menemui ‘Abdullah bin Ubay.” Maka Nabi saw. menemuinya dengan menunggang keledai sedangkan Kaum Muslimin berangkat bersama Beliau dengan berjalan kaki melintasi tanah yang tandus. Ketika Nabi saw. menemuinya, ia berkata: “Menjauhlah dariku, demi Allah, bau keledaimu menggangguku”. Maka berkatalah seseorang dari kaum Anshar diantara mereka: “Demi Allah, sungguh keledai Rasulullah saw. lebih baik daripada kamu”. Maka seseorang dari kaumnya marah demi membela ‘Abdullah bin Ubay dan ia mencelanya sehingga marahlah setiap orang dari masing-masing kelompok. Saat itu kedua kelompok saling memukul dengan pelepah kurma, tangan, dan sandal. Kemudian sampai kepada kami bahwa telah turun ayat QS. Al Hujurat: 10 yang artinya (“jika dua kelompok dari kaum muslimin berperang maka damaikanlah keduanya”).
Sahih Bukhari | Hadits No. : 2495
Kitab 35 : Perdamaian
Bab : Bukan Disebut Dusta Orang yang Mendamaikan Antara Manusia
Telah menceritakan kepada kami {‘Abdul ‘aziz bin ‘Abdullah} telah menceritakan kepada kami {Ibrahim bin Sa’ad} dari {Shalih} dari {Ibnu Syihab} bahwa {Humaid bin ‘Abdurrahman} mengabarkan kepadanya bahwa {ibunya, Ummu Kultsum binti ‘Uqbah} mengabarkan kepadanya bahwa dia mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Bukanlah disebut pendusta orang yang menyelesaikan perselisihan diantara manusia lalu dia menyampaikan hal hal yang baik (dari satu pihak yang bertikai) atau dia berkata, hal hal yang baik”.
Sahih Bukhari | Hadits No. : 2496
Kitab 35 : Perdamaian
Bab : Ucapan Imam Untuk Sahabatnya ‘Perilah Dengan Bersama Kami Untuk Mendamaikan”
Telah menceritakan kepada kami {Muhammad bin ‘Abdullah} telah menceritakan kepada kami {‘Abdul ‘aziz bin ‘Abdullah Al Uwaisiy} dan {Ishaq bin Muhammad Al Farwiy} keduanya berkata, telah menceritakan kepadaku {Muhammad bin Ja’far} dari {Abu Hazim} dari {Sahal bin Sa’ad ra.} bahwa penduduk Quba’ telah bertikai hingga saling melempar dengan batu, lalu Rasulullah saw. dikabarkan tentang peristiwa itu, maka Beliau bersabda: “Mari kalian pergi bersama kami untuk mendamaikan mereka”.
Sahih Bukhari | Hadits No. : 2497
Kitab 35 : Perdamaian
Bab : Firman Allah “Bagi Keduanya Mengadakan Perdamaian Dengan Perdamaian yang Sebenar-Benarnya”
Telah menceritakan kepada kami {Qutaibah bin Sa’ad} telah menceritakan kepada kami {Sufyan} dari {Hisyam bin ‘Urwah} dari {bapaknya} dari {‘Aisyah ra.} bahwa ayat yang berbunyi: QS An-Nisaa: 128): (“Apabila seorang isteri takut suaminya akan berbuat nusyuz (tidak mau menggaulinya) atau berlaku kasar terhadapnya”), dia (‘Aisyah ra.) berkata: “Itu adalah seorang suami yang melihat pada isterinya apa-apa yang tidak menyenangkannya berupa pelanggaran dosa besar atau lainnya lalu dia berniat menceraikan isterinya lalu isterinya itu berkata: “Pertahankanlah aku dan bersumpahlah kepadaku terserah apa saja yang kamu kehendaki”. ‘Aisyah ra. berkata: “Maka tidak berdosa bila keduanya saling ridho”.